Dalam hikayat Lahirnya Suku Kuti di Luhak Kepenuhan, dikisahkan kalau negeri asal Suku Kuti adalah Batipuh yang dipimpin oleh seorang Penghulu Adat (Pucuk Suku) yang bergelar Tuan Godang. Beliau adalah salah satu yang ada di balai Kerajaan Pagaruyung di abad ke IX.
Pada suatu ketika, Suku Kuti berpindah dan Batipuh ke Negeri Bonjol, Selanjutnya terjadi lagi perpindahan ke Negeri Rao.
Dari Rao, dipimpin oleh tiga orang bersaudara beserta beberapa orang Kaum Soko (anak kemenakan) berangkat ke Tambusai melalui Sungai Siasik (Rokan IV Koto). Diperjalanan mereka singgah di Permain (Tapanuli Selatan) beberapa bulan, adapun anggota rombongan tersebut adalah sebagai berikut.
- Sutan Mangku Alam
- Sutan Batuah
- Faqih Maulana
Pasie Siahat terletak kurang lebih satu kilometer di hilir Lampung Surau Tinggi sekarang. Beberapa tahun kemudian, Sultan Batuah diikuti oleh kaum kerabatnya dari Rao yang terbagi dalam dua rombongan. Satu rombongan menuju dan menempati hulu Sungai Kumu atau yang lebih popular disebut dengan Kumu Jua. Sedangkan rombongan yang satu lagi menempati wilayah Sungai Somaong (sekarang adalah wilayah Batang Samo Kecamatan Rambah Hilir).
Dan tiga tempat inilah secara evolusi Suku Kuti berkembang ke seluruh penjuru Luhak Rambah hingga sekarang. Hampir 400 tahun yang lalu di negeri Rambah telah dihuni manusia yang terdiri dari masyarakat kecil dan perkembangan sampai ke Luhak Kepenuhan yang tergolong dari anak cucu Sutan Batuah.
Adapun namanama pemimpin rombongan pertama dari anak cucu Sutan Batuah adalah sebagai berikut :
- Majo Kaha
- Panglima Bansu
- Sotie Poloan (Sotie Pahiawan)
Adapun namanama pemimpin rombongan kedua sebagai berikut.
- Olang Bobega
- Gompo Cino
Sementara itu, rombongan ketiga diberi penghargaan oleh Sutan Batuah, yaitu dua orang memimpin satu luhak, tetapi karena beliau masih mampu memimpin Luhak Rambah, maka dua orang tersebut diberi kekuasaan penuh di Batang Sosa ke hilir.
Adapun nama kedua orang yang diberi penghargaan oleh Sutan Batuah tersebut yaitu:
- Golet
- Maksah
Di kampung tersebut, anak kemenakan Kaum Soko kemudian berladang, berdamar, mencari rotan, menangkap ikan, dan sebagainya. Setelah berpuluhpuluh tahun, anak kemenakan tersebut kemudian pindah ke Kampung Tebih atau sekarang disebut juga dengan Pekan Tebih, dipimpin oleh Datuk Golet yang tinggal di Sionah. Kemudian pindah ke Kampung Longong dipimpin oleh Datuk Maksah dan diikuti oleh adik kandungnya dengan gelar Intan. Sebagiannya, anak kemenakan dan Kaum Soko pindah ke Teluk Awa dipimpin oleh Majo Kaha dan beberapa orang anak kemenakan yang cerdik dan pandai di dalam kaum.
Beberapa lama kemudian, yang tinggal di Teluk Awa berladang menuju Tanjung Alam dan sebagian mereka menetap di sana dipimpin oleh Mamak Baser dan Mamak Para. Sampai saat ini anak kemenakan tersebut masih banyak bermukim di sana.
Sebagian mereka dari Teluk Awa tersebut pergi menuju ke Kampung Panjang dipimpin oleh dua orang pemimpin, yakni sebagai berikut :
- Majo Kaha
- Latah
Adapun nama lengkap Majo Kaha adalah Doni, adik kandung dari Golet yang wafat di Pekan Tebih. Sekarang, anak cucu beliau, termasuk dari Kampung Teluk Awa bermukim di Koto Tengah atau Kota Tengah (Gelugur sekarang).
Hingga kini sudah banyak yang berpindah ke seluruh desa dan dusun sekitar karena perkembangan penduduknya. Adapun pecahan dari Kampung Panjang, anak cucu Doni (Mojo Kaha) tersebut, bermukim di Kampung Pasar Kesra pada kun 1975, dipimpin oleh M. Rasyid. J (Majo Mudo dan beberapa anak kemenakan atau kaum Soko).
Pada tahun 982, ada yang pindah ke Desa Muara Jaya dan desa lain sekitarnya di bawah pimpinan Majo Kaha.
Adapun pimpinan dari Datuk Maksah dipimmpin oleh Majo Nando (Pokan) dengan Mamak Majo Sotie Mudu Su’a. Pada saat ini Kampung Panjang dipimpin oleh Majo Sotei Mudo (M. Naser/Kh Sufi).
Sedangkan Kampung Panjang, Kesra, Sei Emas, dan Muara Jaya dipimpin oleh M. Rasyid. J (Majo Mudo) hingga saat ini. Ia mendapat kepercayaan untuk memimpin anak kemenakan Kaum Soko sejak berumur 26 tahun hingga saat ini telah berusia 64 tahun. Bahkan pada tahun 2006 ia masih mampu memimpin, dan begitulah lamanya masa jabatan adat.
Dari kisah ini kelihatan bagi kita bahwa Suku Kuti berasal dari Alam Minangkabau, menuju Kabupaten Rokan Hulu, Riau.
Begitu juga sudah jelas pemahaman bagi kita tentang sosok pejuangpejuang adat, baik di Luhak Rambah, Tambusai, maupun di Luhak Kepenuhan. Hal ini merupakan satu anugerah bagi kita sebagaimana yang ditemukan di dalam buku sejarah Cino Mato, jilid I, II dan III yang ada pada Datuk Rangkayo Sutan (Abdul Aziz Noer), disusun oleh beberapa kawan serta disetujui oleh Pucuk Suku Kuti saat ini, Samsul Kamar yang bergelar Majo Nando, sebagai pucuk pimpinan keenam Luhak Kepenuhan.
0 Komentar untuk "Lahirnya Suku Kuti di Luhak Kepenuhan [Versi 1]"